BERLIAN TERBAIK KEDUA ASAL MARTAPURA INDONESIA
Tanah Martapura dikenal Kaya akan mineral batu mulia atau permata. Geliatnya sudah dimulai sejak jaman Belanda, ketika pasar Cahaya Bumi yang menjual perhiasan hasil kerajinan tradisional didirikan. Intan terbesar yang pernah ditemukan di Martapura sekaligus di Indonesia adalah sebesar 200 karat atau kira-kira sebesar buah duku dan dinamai: "Putri Malu", mengalahkan Intan terbesar sebelumnya - sebesar 166 Karat yang dinamai "Tri Sakti".
lokasi pendulangan ada di Kecamatan Cempaka, sekitar 7 km
dari pusat Kota Martapura. Disini para pengunjung bisa melihat langsung proses
pendulangan. Ada puluhan bahkan ratusan penambang, mulai dari anak kecil hingga
yang sudah bungkuk-beruban, mendulang mimpi menemukan intan dengan peralatan
tradisional seadanya terkadang tanpa hasil selama berbulan-bulan. Mimpi yang
membuat mereka tidak mengerti cara keluar dari lubang kemiskinan yang telah
menjebak mereka selama beberapa generasi.
Sebagian
besar masyarakat Martapura masih mengandalkan peralatan yang sangat tradisional
dalam melakukan proses pendulangan seperti cangkul, sekop dan instink; tanpa
alat sensor dan mesin-mesin penggali. Kurangnya penguasaan yang memadai atas
proses pemotongan intan, membuat harga jual intan asal Martapura menjadi sangat
rendah. Beberapa pendulang intan bahkan memilih untuk mengekspor intan mentah
langsung tanpa melalui proses pengrajinan sama sekali. Di Eropa, batu mulia
tersebut kemudian akan dipotong menjadi berlian dan dijual kembali dengan harga puluhan kali lipat.
Seandainya
ada perhatian lebih yang diberikan kepada kota kecil ini seperti pelatihan dan
koperasi untuk membiayai permodalan peralatan mereka, maka mungkin Martapura
bisa menjadi se-gemerlap berlian yang dihasilkan.
Intan martapura adalah intan yang masuk peringkat terbaik sedunia.
26
Agustus 1965, sebulan sebelum di Jakarta terjadi Gerakan 30 September,
sekelompok pendulang intan di Sungai Tiung, Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan
Selatan menemukan intan sebesar telur burung merpati. Ketika diukur beratnya:
166,75 karat (1 karat intan = 200 mg) atau sekitar 33,2 gram.
Inilah
intan terbesar yang pernah ditemukan di Kalimantan sampai saat itu, setelah
usaha pendulangan intan di daerah itu dilakukan sejak tahun 1600-an, bahkan
ternyata sampai sekarang pun itulah intan terbesar dari Cempaka. Maka tentu
saja ini berita besar, heboh, sehingga tak kurang dari Presiden Soekarno saat
itu menamakan intan ini “Trisakti”.
Betapa
hebohnya intan Trisakti ini, sebab ditaksir harganya saat itu adalah Rp 10
trilyun (!) dan makin meroket setelah diasah menjadi berlian. Konon sang
Trisakti segera lenyap, kabarnya dibawa ke Jakarta, tetapi kini diyakini para
pendulang intan bahwa Trisakti sekarang ada di salah satu museum di Belanda.
Para
pendulang intan penemu Trisakti dikabarkan mendapat uang pengganti senilai Rp
3,5 milyar, sangat besar tentu pada tahun 1965 itu. Namun apa boleh buat,
situasi politik-ekonomi runyam di Jakarta akibat gerakan-gerakan politik G30S
saat itu. Uang Rp 1000 dipotong menjadi Rp 1,0 (sanering), yang mengakibatkan
uang pengganti Trisakti Rp 3,5 milyar menyusut drastis 1000 x menjadi hanya Rp
3,5 juta. Meskipun demikian, konon dengan Rp 3,5 juta itu, para pendulang dan
keluarganya sebanyak total 80 orang dapat pergi Haji…
Meskipun kemudian di Kalimantan pada tahun 2008 di kawasan
Antaruku, Pengaron, di timurlaut Martapura, ditemukan intan “Putri Malu” yang
lebih besar dari Trisakti, yaitu 200 karat (40 gram), kehebohan Trisakti tidak
terkalahkan oleh sang Putri Malu.
Komentar
Posting Komentar